Quo Vadis BEI: Informasi, Flow of Capital dan Sentimen Pasar
Versi awal tulisan ini telah dimuat di harian Investor Daily
Dalam suatu kelas investasi, mahasiswa kami pernah menanyakan bagaimana caranya investor dapat mengendalikan risiko investasinya apabila mereka menempatkan portfolionya di pasar modal yang berkembang seperti Bursa Efek Indonesia (BEI). Seberapa potensialkah prospek BEI kedepan di mata para investor?
Kami mencoba memberikan pemahaman tentang pentingnya tiga faktor utama yang saling terkait untuk menjawab kedua pertanyaan di atas. Apa sajakah ketiga faktor tersebut? Pertama adalah informasi, Kedua, arus investasi asing yang keluar/masuk ke pasar modal, dan Ketiga adalah sentimen pasar yang tercermin oleh perilaku dari para pemain di pasar modal tersebut.
Pertama tentang informasi. Ini merupakan faktor terpenting dan mutlak diketahui. Informasi tentang harga komoditas minyak mentah, harga timah, nikel, emas di pasar internasional merupakan sebagian informasi yang tentunya terkait dengan harga saham energi dan pertambangan. Informasi tentang nilai tukar mata uang, kebijakan pemerintah dan beberapa isu-isu yang terkait dengan latar belakang emiten juga merupakan hal penting yang tentunya mempengaruhi pergerakan nilai saham di pasar. Bila kita cermati tentang dunia pasar modal yang lebih maju (established market). Pada pasar ini, penerapan teori keuangan modern seperti Capital Assets Pricing Model (CAPM) dan Konsep Pasar Efisien (KPE) mempunyai kecenderungan untuk lebih dapat teraplikasikan, walaupun tidak 100% proven, dalam arti semua informasi yang ada telah terefleksikan ke dalam nilai saham yang diperdagangkan di pasar. Walaupun semua informasi tersebut telah tercermin dan direpresentasikan oleh nilai yang fair dan ditentukan di awal sesi perdagangan, namun faktor ini bukan hal utama yang menjadikan nilai saham tersebut tidak fluktuatif. Apakah infrastruktur yang dimiliki oleh BEI telah siap dan transparan untuk menyerap semua informasi yang terkait dengan valuasi dan terepresentasikan ke dalam nilai saham?
Kedua adalah arus investasi asing yang keluar masuk (baik yang sifatnya sementara/hot money maupun yang bersifat menengah). Hal ini berpengaruh sangat kuat untuk menaik-turunkan posisi tawar atas nilai saham di pasar. Kebijakan the Fed contohnya, dalam menurunkan tingkat suku bunga, langsung menyebabkan perubahan strategi investor untuk merubah portfolio investasinya dari Surat Hutang Negara dan Obligasi pemerintah menjadi portfolio lainnya termasuk saham dan reksadana. Arus yang masuk ke bursa regional karena kebijakan pemerintah di negara-negara maju seperti Amerika tersebut membawa pengaruh yang signifikan untuk meningkatkan posisi tawar nilai saham di pasar-pasar regional seperti BEI, walaupun hal ini bersifat sementara.
Hukum Bejana Berhubungan juga berlaku pula di pasar modal. Di pasar modal yang berkembang, mayoritas investor adalah pemain asing yang disebut sebagai “global investor”. Mereka adalah para fund manager yang mempunyai mandat untuk menempatkan portfolionya di beberapa pasar modal dengan nilai investasi yang besar. Para fund manager ini tergabung dalam kelompok investor global seperti Citigroup, UBS Warburg, Meril Lynch, dll yang mempunyai skenario dan strategi investasi yang bersifat global. Mereka pemain yang bisa menggerakkan pasar dan mengukur kekuatan pasar sesuai teori hukum Archimides tadi. Sehingga pasar regional selalu rentan dan akan mengikuti fluktuasi pasar modal di negara-negara maju.
Kondisi BEI di sepanjang tahun 2008 mengalami penurunan sampai titik terendahnya dalam tiga tahun terakhir. Pertama sebagai pemicunya adalah kasus kredit macet perumahan di Amerika, yang saat ini telah banyak membawa korban perbankan dan institusi keuangan besar di Amerika, seperti bangkrutnya Lehman Brothers, banyak analis memperkirakan hal ini akan berlanjut. Bagaimana dengan fundamental perusahaan-perusahaan yang ada di BEI? Sejauh ini bebarapa data dan analis menyimpulkan bahwa jatuhnya indeks BEI tidak disebabkan karena pegaruh fundamental perusahaan yang listing, namun karena tersedotnya dana-dana asing yang digunakan untuk menutup defisit perbankan di Amerika karena kredit macet tersebut. Akibatnya nilai pasar saham di BEI kembali turun ke titik yang disebut harga termurah dalam periode tersebut. Faktor sentimen negatif pasar juga bermain di dalamnya. Short Selling yang kemudian mengakibatkan Panic Selling beberapa investor kecil juga memperparah kondisi BEI dan bursa regional lainnya.
Faktor terakhir yang tidak kalah penting adalah sentimen pasar. Ketakutan para investor untuk menempatkan portfolionya di emerging markets, tercermin dari sikap latah dan ikut-ikutan para investor dalam menanggapi isu-isu yang muncul dengan mengambil posisi jual dan beli untuk jangka pendek (speculative and profit taking action). Sentimen pasar ini tercermin dalam persepsi para investor yang melihat faktor eksternal sebagai pemicu utama dalam menentukan pergerakan nilai saham. Teorinya sederhana. Menurut Morck (1999), karena nilai saham di pasar yang sedang berkembang (poor economies) akan bergerak bersama dengan pasar yang lebih maju (rich economies), maka pergerakan harga saham di pasar yang berkembang akan terepresentasikan oleh persepsi para fund manager yang bermain di pasar tersebut terhadap faktor-faktor eksternalnya. Pergerakan ini tercermin oleh perilaku para pemain pasar (fund manager) yang mempersepsikan perubahan faktor-faktor ekternal yang ada dan mempunyai korelasi dengan nilai saham tertentu.
Bagaimana perjalanan BEI? Pergerakan indeks dan nilai kapitalisasinya memang masih berada di bawah bayang-bayang pasar modal dinegara-negara maju. Sebagai salah satu penggerak perekonomian nasional, kami melihat bahwa peran investor lokal masih belum optimal. BEI mempunyai potensi untuk bergerak mengikuti arah pasar modal di negara-negara maju (rich economies), seperti teori Morck . Agar hal ini bisa terealisasi diperlukan upaya untuk dapat menggerakkan para pemain lokal dan kelompok dana pensiun dengan tetap melihat ketiga faktor di atas sebagai fokus utamanya.